Senin, 26 April 2010

KONTROVERSI STEMCELL SEBAGAI PENEMUAN BARU DALAM DUNIA KEDOKTERAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat di era globalisasi saat ini. Salah satunya di bidang kedokteran. Banyak sesuatu yang telah diberikan atau disumbangkan dengan adanya ilmu kedokteran kepada masyarakat. Perkembangan itu didukung dengan banyaknya para ahli yang melakukan penelitian dan menelaah tentang sesuatu hal yang masih harus diteliti.

Penelitian para ahli tersebut ada yang menimbulkan kontroversi tetapi ada juga yang tidak. Penelitian tersebut menimbulkan kontroversi karena adanya penyimpangan yang dilakukan berdasarkan pada pandangan agama maupun etika.

Saat ini yang menimbulkan kontroversi adalah adanya stemcell. Stemcell merupakan salah satu penemuan baru di bidang kedokteran. Stemcell mempunyai segi positif tetapi juga segi negatif. Para ahli yang memperdebatkan hal ini adalah para ahli agama dan dokter. Masalahnya disini adalah stemcell menyimpang dari aturan agama yang berlaku. Stemcell sebagai salah satu inovasi dalam dunia kedokteran jelas meningkat dalam dekade terakhir ini. Hal tersebut disebabkan karena potensi stemcell yang semakin menjanjikan untuk solusi terapi sehingga menyuguhkan harapan baru dalam pengobatan berbagai penyakit.

Namun isu penelitian dan pengunaan stemcell yang masih menimbulkan kontroversi dari berbagai sudut pandang yaitu digunakannya ”embrio manusia” buah hasil dari pengklonaan, hasil abortus, dan zigot sisa IVF. Terkait dengan hal diatas stemcell tidak dengan begitu mudah untuk dipahami tetapi memerlukan sistematika pembahasan yang teratur.

A. Definisi Stemcell
Pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ada penemuan baru di bidang kedokteran yaitu stemcell sedangkan definisi stemcell itu sendiri adalah sel induk yang dapat berdeferensial atau dapat merubah diri menjadi berbagai sel sesuai dengan lingkungan, bisa berubah-ubah menjadi sel otot, sel endokrin, ephitel, dan lain-lain kemudian berkembang lagi menjadi stemcell.

Stemcell dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti plasenta, tali pusat janin, darah, dan sumsum tulang belakang. Sedangkan menurut sumber lain stemcell yaitu suatu sel yang belum matang atau belum berdeferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu.

Dalam bahasa indonesia, stemcell disebut sebagai sel puncak atau sel induk. Sedangkan dalam bahasa kedokteran, stemcell dapat berupa sel unipoten (hanya dapat berubah menjadi satu jenis sel), multipoten (dapat berubah menjadi beberapa jenis sel), atau totipoten (dapat berubah menjadi jaringan apapun). Dengan kemampuan ini, stemcell dapat menyembuhkan sel-sel tubuh yang rusak atau hilang karena penyakit yang berat dengan cara beregenerasi menjadi organ atau jaringan yang rusak tersebut.

Ada dua kegunaan stemcell yaitu berdasarkan fungsinya dan riset. Fungsi setelah diaktifkannya stemcell dalam tubuh adalah sebagai berikut:
1) Menambah jumlah peredaran darah dan mempercepat mikro sirkulasi darah sehingga bagi pasien yang stroke, tekanan darah tinggi, leukimia, dan cuci darah akan sembuh.
2) Menambah oksigen dalam darah dan sel sehingga dapat mematikan virus dan bakteri.
3) Mempercepat transportasi nutrisi ke seluruh tubuh.
4) Mempercepat pembersihan dalam tubuh manusia sehingga pasien setelah diterapi stemcell akan lancar buang air besar dan air kecil.
5) Mempercepat metabolisme tubuh.
6) Menambah kinerja sel badan.
7) Mempercepat penyembuhan luka dan patah tulang, Meningkatkan kemampuan anti kanker.

Sedangkan peran stemcell dalam riset adalah sebagai berikut:
1) Terapi gen, sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stemcell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien.
2) Mengetahui proses biologis yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. Melalui stemcell dapat dipelajari perkembangan sel baik sel normal maupun sel kanker.
3) Penemuan dan pengembangan obat baru yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan.
4) Terapi sel berupa replacement therapy, Oleh karena stemcell dapat hidup di luar organ tubuh manusia misalnya di cawan petri maka dapat dilakukan manipulasi terhadap stemcell itu tanpa mengganggu organ tubuh manusia.

Stemcell yang telah dimanipulasi dapat dimasukkan kembali ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu. Salah satu contoh penyakit yang dapat diatasi oleh stemcell adalah penyakit autoimun misalnya pada lupus, artritis reumatoid, dan diabetes tipe 1.

Setelah diinduksi oleh growth factor agar hematopoietic stemcel banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi maka hematopoietic stemcell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur lalu tubuh diberi agen sitatoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak mengenal self antigen. Setelah itu hema stemcell dimasukkan kembalike tubuh, bersikulasi, dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur.

B. Aplikasi Stemcell di Indonesia
Penerapan stemcell di negara-negara maju sudah begitu berkembang dan stemcell dapat digunakan dalam terapi tehadap suatu penyakit. Penyakit tersebut diantaranya stroke, alzheimer’s, leukimia, luka bakar, dan kerusakan sumsum tulang belakang.

Cara mendapatkan stemcell yaitu sebagai berikut:
1. Cara mendapatkan embryonic stemcells (sel punca embrio) – Mengambil dari cabang bayi (embrio) yang didonorkan orang tuanya. – Mengambil dari embrio yang digugurkan atau keguguran. – Mengambil dari embrio sisa pembuatan bayi tabung. – Mengambil dari embrio yang dibuat secara therapeutic cloning.
2. Cara mengambil adult stemcells (sel punca dewasa) Adult stemcells dapat diambil dari sel atau jaringan tubuh orang dewasa, anak-anak, hewan, dan tali pusat. Beberapa adult stemcell yang sering digunakan dalam penelitian stemcell dan pengobatan adalah haemapoetic stemcells (stemcell darah) yang umumnya diambil dari sumsum tulang belakang.

Berbeda dengan negara maju, di Indonesia stemcell masih mulai diteliti dan Indonesia menggunakan sel punca dewasa karena sel punca dewasa tidak memenuhi hambatan dalam bidang etika, sedangkan sel punca embrio masih banyak masih banyak perdebatan tentang masalah etika. Tetapi walaupun demikian, stemcell tetap diperdebatkan dalam penggunaannya di Indonesia karena sama-sama diperoleh dari organ-organ manusia.

Penerapan stemcell di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar karena masih akan terbentur dengan berbagai sistem perundang-undangan di Indonesia. Dibutuhkan adanya kesepakatan dan keseimbangan tujuan dari sudut pandang agama, bioetik, dan riset yang berlaku di Indonesia sehingga keberadaannya benar-benar bisa diterima masyarakat.

Sel punca yang umum digunakan di Indonesia dan banyak diteliti di klinik adalah adult stemcells dari tali pusat sedangkan Penggunaan embryonic stemcells untuk saat ini terbatas hanya untuk tujuan penelitian dan belum diperoleh kesepakatan untuk dapat digunakan untuk aplikasi klinik dikaitkan dengan masalah etik. Banyaknya manfaat yang diperoleh dari penggunaan stemcell tidak berarti menjanjikan suatu bentuk penyembuhan yang sempurna karena masih ada bahkan hal yang belum terungkap dan diperlukan penelitian yang mendalam.

Aplikasi stemcell embrio yang mengagumkan membatasi para klinisi karena dihadapkan dengan masalah etika yang mengharuskannya untuk tujuan penelitian. Perkembangan penggunaan stemcell di Asia yang sangat berkembang saat ini yaitu Cina, India, Malaysia, Thailand, Jepang, Korea, dan Singapura. Sedangkan di Indonesia, perkembangan stemcell baru mau berkembang.

C. Perspektif Al-Qur’an tentang Stemcell
Penelitian mengunakan stemcell merupakan metode terbaru dalam bidang kedokteran dan biologi yang pada dasarnya dilakukan untuk menemukan solusi terbaik dalam mengobati berbagai penyakit yang sulit dicari obatnya seperti leukimia, Alzheimer, diabetes, dan Parkinson. Namun karena penggunaan stemcell menggunakan bagian dari manusia sebagai bahan dasarnya maka metode tersebut menimbulkan pro kontra terutama dalam segi moral dan etika.

Islam sebagai agama yang berdasarkan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. Berdasarkan cara pengambilannya jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu harus merusak dan membunuh embrio(jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu tindakan ini adalah tindakan pembunuhan seperti dijelaskan pada surat Al-Maidah: 32 dan Al-Isra: 33. 32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. [411] Yakni: membunuh orang bukan karena qishaash. [412]

Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. [413] Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata. Surat Al-Isra: 33 33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. [853] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara’ seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya. [854] Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau Penguasa untuk menuntut kisas atau menerima diat. qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema’afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih. diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. Tindakan pembunuhan embrio disebut abortus. Tindakan abortus dapat dikategorikan sebagai penodaan terhadap kesucian manusia itu sendiri. Padahal ajaran islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Dalam surat Al maidat 32 dinyatakan bahwa karena berharga dan mulianya kehidupan manusia maka bagi orang yang membunuh seseorang seakan dia membunuh seluruh manusia dan sebaliknya, memelihara kehidupan seseorang seakan memelhara seluruh kehidupan manusia. Diperbolehkan abortus jika benar-benar dalam keadaan darurat. Sesuai dengan kaidah hukum islam bahwa sesuatu yang diperbolehkan karena darurat itu harus diukur dengan kadar kedaruratannya. Batas kedaruratannya disini menurut Yusuf al-Qardhawi hanya ada satu yaitu apabila janin dibiarkan akan mengancam kehidupan si ibu karena ibu merupakan pangkal kehidupan janin dan janin sebagai far’( cabang). Dari sini dapat diketahui bahwa stemcell yang menggunakan stemcell embrio bisa dilakukan apabila ada ibu yang secara darurat melakukan aborsi karena jika tidak aborsi maka dikhawatirkan akan mengancam kehidupan si ibu. Hal ini tidak asal-asalan melakukan aborsi tetapi hal itu memang benar-benar merupakan darurat yang pasti bukan sekedar dugaan dan telah diamati oleh dokter dengan pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah dengan tinjauan dari berbagai aspek yang terkait. Maka dari itu, stemcell embrio dapat dilakukan.
D. Problematika Tantangan dalam Kehidupan Beragama
Berdasarkan surat Al Maidah: 32 dan Al Isra: 33 maka sebenarnya dalam hukum islam stemcell dilarang tetapi disini masalahnya adalah stemcell bermanfaat besar dalam bidang kedokteran. Pengobatan yang satu-satunya menggunakan sel punca mempunyai potensi penerapan dalam mengatasi berbagai macam jenis penyakit dan kelemahan dari otak. Ada kelompok yang pro dan ada yang kontra dengan stemcell embrio research. Mereka mempunyai pandangannya masing-masing. Adapun kelompok pro dengan stemcell embrio research terbagi manjadi dua kelompok,yaitu: 1) Kelompok yang mendukung stemcell secara total tetapi menilai bahwa penggunaan stemcell embrio tidak mempunyai nilai moral. 2) Kelompok yang mendukung dan memberikan nilai moral kepada penggunaan stemcell embrio karena menganggap manfaat yang didapatkan dari stemcell jauh lebih besar dari pengorbanan yang dilakukan. Kelompok ini pada umumnya lebih hati-hati dan lebih menyarankan pengunaan sisa embrio tidak terpakai yang disimpan di berbagai klinik bayi tabung. Banyaknya sisa embrio tersebut dikarenakan dalam proses pembuatan bayi tabung biasanya 10 sampai 12 sel telur yang dibuahi, tetapi hanya 3 atau 4 saja yang ditanam di dalam kandungan. Sebagian besar embrio dibuang hanya sebagian kecil saja yang digunakan. Dengan demikian penggunaan sisa embrio tersebut sebagai bahan stemcell research dianggap lebih baik daripada dibuang sia-sia. Sedangkan kelompok kontra, embrio buatan melalui SCNT maupun sisa embrio dari klinik bayi tabung tetap merupakan calon manusia yang tidak boleh dibunuh atau dirusak. Namun umumnya mereka tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan terhadap sisa embrio dari klinik bayi tabung yang sudah harus dibuang karena sudah terlalu lama atau tidak ada tempat penyimpanan lagi. Pendapat tersebut merupakan salah satu bagian dari pendapat. Para ahli agama tidak luput juga untuk menanggapi adanya penggunaan stemcell. Para ahli agama mengatakan bahwa penggunaan sel embrionik untuk keperluan apapun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu menjadi satu-satunya solusi untuk menyelamatkan manusia. Selain itu, kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia dilakukan maka harus dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia. Namun sungguh pun ilmu dan teknologi kedokteran telah begitu maju masih banyak penyakit yang sampai saat ini belum diketahui obatnya seperti kanker, kelainan genetik, kelainan bawaan, dan lain-lain. Berdasarkan surat Al baqarah: 173 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [108] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah. memungkinkan manusia melakukan sesuatu yang nyata haram kalau keadaan darurat. Artinya tidak ada ada cara lain dan alasannya benar-benar tidak dicari-cari. Manusia sangat memerlukan moral karena moral sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, walaupun ada kesenjangan antara bidang IPTEk dan agama maka seharusnya ada sesuatu cara untuk berijtihad. Karena agama adalah dasar dan pengatur kehidupan yang menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasakan aqidah islam dan tidak lepas dari aqidah itu.

Jumat, 02 April 2010

ASMA ( STATUS ASMATIKUS)

1.PENGERTIAN
Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
•Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
•Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain)

2.PATHOFISIOLOGI
•Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
•Kontraksi otot polos
•Edema mukusa
•Hipersekresi
•Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
•Hipoventilasi
•distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
•Gangguan difusi gas di alveoli
•Hipoxemia
•Hiperkarpia

3.TANDA DAN GEJALA
a.Objektif :
•Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheesing
•Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
•Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
•Sianosis, takikardi, gelisah, pulsus paradoksus
•Fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeks dan hilus)
b.Subyektif :
•Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
c.Psikososial :
•Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung
•Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya


4.Hasil Pemeriksaan
a.Spirometri : Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak 20 %
b.Pemeriksaan Radiologi : Pada umumnya normal. Dilakukan tindakan bila ada indikasi patologi di paru, misalnya: Pneumothorak, atelektasis, Dll.
c.Analisa Gas darah : Hipoxemia, Hiperkapnia, Asidosis Respiratorik.
d.Pemeriksaan Sputum :
• Adanya eosinofil
• Kristal charcot Leyden
• Spiral Churschmann
• Miselium Asoergilus Fumigulus
e.Pemeriksaan darah : Jumlah eosinofil meningkat.

5.PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)
2. Pemberian obat bronchodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda :
Cari faktor penyebab
modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

6.OBAT-OBATAN
1.Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin).
Obat-obat Bronkhodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan aminofilin intrvena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
2.Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3.Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.

7.PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN :
1. Mempertahankan jalan nafas
2. Mengkaji untuk fasilitas pertukaran gas/ gangguan pertukaran gas
3. Meningkatkan intik nutrisi
4. Mencegah komplikasi, kondisi progresif yang lambat
5. Berikan imformasi tentang proses penyakit
6. Cemas.
8.DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :
Gangguan jalan nafas sehubungan dengan Brokhospasme, peningkatan produksi sekret ( sekret yang tertahan, kental) , menurunnya energi/fatique.
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kurangnya suplai oksigin (obstruksi jalan nafas karena sekret, bronkhospasme, air trapping) obstruksi alveoli.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan dyspnea, fatique, efek samping obat-obatan, produksi sputum, anoreksia, nausea/vomiting.
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer (penurunan aktifitas, cilia, statis sekret) tidak adekuatnya kekebalan (destruksi jaringan, proses penyakit kronik, malnutrisi).
Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) , kondisi kesehatan, pengobatan, kurang imformasi.
Mekanisme koping yang tidak efektif sehubungan dengan cemas.

Kamis, 01 April 2010

Mekanisme Timbulnya Polyuria dan Gejala Klinis Terkait Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM Tipe 2

Sebagai perawat yang profesional, dalam bekerja perawat harus berpedoman pada etika dan hukum profesi. Etika dan hukum menjaga tindakan perawat agar tetap berada di jalur yang benar. Menurut kaidah dasar bioetik, dalam membuat keputusan perawat harus membuat pertimbangan dari beberapa alternatif, untuk ditentukan satu pilihan yang akan diberikan pada pasiennya. Pertimbangan ini berdasar pada:
1. beneficence (tanpa pamrih),
2. autonomy (pasien mempunyai otoritas sendiri),
3. non-maleficence (menolong pasien emergensi), dan
4. justice (adil, memperlakukan sesuatu secara universal).

Polyuria adalah dimana ekskresi urin yang besar atau berlebihan dalam periode tertentu. Sedangkan diabetes adalah adanya berbagai gangguan yang ditandai dengan polyuria (Dorland, 2002).
Diabetes umumnya terbagi menjadi 2, yaitu Diabetes Insipidus (DI) dan Diabetes Mellitus (DM). Namun, umumnya istilah diabetes cenderung merujuk pada Diabetes Mellitus. DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikendalikan sedemikian rupa agar penderitanya tetap dalam keadaan sehat secara umum, tidak mengalami komplikasi tertentu. Karena itu, ilmu penyakit dalam khususnya endokrinologi, perlu dikaji lebih dalam agar masyarakat juga dapat menjadi lebih peka dan tanggap terhadap isu DM.

A. Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario:
Wanita berumur 45 tahun, BB 45 kg, TB 156 cm, datang ke poliklinik Penyakit Dalam Sub, Bagian Endokrinologi dengan keluhan poliuria, kedua kaki terasa kesemutan (polineuropati), dan mata kabur. Sejak 2 tahun yang lalu penderita merasakan sering buang air kecil, banyak makan tetapi badan semakin kurus, dan pernah berobat ke dokter, kemudian didiagnosis DI. Anak laki-lakinya 11 tahun, menderita DM dan sekarang menggunakan insulin. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

Hasil CT scan absomen kesimpulan : kalsifikasi pada kelenjar pankreas.
Laboratorium darah : gula darah puasa 256 mg/dl, kolesterol total 250 mg/dl, creatinin 2,0 mg/dl.
Urin rutin : protein positif (+++), reduksi (+++).

Oleh dokter poliklinik penderita diberi Obat Anti Diabetik oral (OAD), selanjutnya dirujuk ke poliklinik gizi dengan diet DM 1700 kalori, poliklinik mata dan poliklinik neurologi. Selain itu penderita dianjurkan latihan jasmani setiap hari dan kontrol rutin setiap bulan karena penyakit ini sebagian besar harus menjalani pengobatan selama hidup.

Dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa pasien dalam kasus diatas menderita DM tipe 2. Hal ini dapat diketahui dari gejala polyfagia dan polyuria, penurunan berat badan yang sebabnya kurang jelas, usia onset yang lebih dari 40 tahun, serta keluhan adanya polineuropati dan mata kabur (retinopati).

Polifagia terjadi akibat jaringan tubuh tidak mendapatkan suplai glukosa yang cukup akibat gagalnya insulin membuka kanal glukosa. Akibatnya, glukosa darah menumpuk, namun tubuh tetap merasa lapar. Karena glukosa tidak dapat mencukupi kebutuhan energi jaringan, maka tubuh mengambil energi tersebut dari sumber energi yang lain, seperti lemak atau protein, sehingga lama kelamaan pasien menjadi semakin kurus. Selanjutnya, karena ginjal mempunyai ambang batas tertentu terhadap filtrasi glukosa, maka glukosa ikut lolos sehingga keluar bersama urin. Karena itu pengujian urin untuk glukosa reduksi mempunyai hasil posisitif (+++). Untuk menjaga agar urin tidak terlalu pekat, ginjal mempunyai sistem pengaturan sendiri, sehingga cairan tubuh ikut keluar bersama urin, dan jaringan tubuh mengalami dehidrasi. Sebab itu, penderita DM pada umumnya merasa sering haus (polidipsi). Gejala klinis berupa polineuropati dan retinopati berkaitan dengan akumulasi fruktosa dan sorbitol. Secara umum, penumpukan fruktosa dan sorbitol mengganggu kerja sistem saraf, namun secara khusus keduanya jelas terlibat dalam patogenesis katarak diabetika. Kadar kreatinin dan hasil uji protein urin yang abnormal juga menunjukkan salah satu komplikasi DM, yaitu defisiensi kerja ginjal. Ginjal tidak mampu menyaring protein dengan baik, sehingga protein ikut terlarut dalam urin. Adanya kalsifikasi pada pankreas menunjukkan terganggunya fungsi pankreas dalam memproduksi insulin dalam jumlah normal.

Secara umum menurut referensi yang ada, DM mempunyai sebab yang belum begitu jelas. Namun, diduga faktor genetik yang didapat (idiopatik) menempati urutan teratas dalam penyebab DM, walaupun mekanisme genetika DM belum dapat dipaparkan secara jelas seperti halnya pada kasus buta warna. Jadi anak laki-laki pasien tersebut bisa saja menderita DM tipe 1 karena faktor genetik tersebut.

Terapi DM sebaiknya dimulai dengan terapi non-farmakologis sebagai pilihan pertama. Apabila belum berhasil, maka dapat dapat dibantu dengan terapi farmakologis. Terapi non-farmakologis diterapkan melalui terapi gizi medis, latihan jasmani, dan pengaturan berat badan (BB). Pasien tersebut mempunyai BMI 18,49 kg/m2, dan hal tersebut mendekati nilai normal (18,5-25─menurut Depkes RI), sehingga hanya perlu dijaga agar selalu dalam batas normal. Terapi diet atau gizi medis juga harus disesuaikan dengan kebutuhan kalori pasien, harus dijaga agar tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah. Karena itu, setelah menghitung kebutuhan kalori, pasien diberikan diet DM 1700 kalori. Untuk terapi farmakologis, berupa obat antidiabetik dan insulin, diberikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Pada umumnya, untuk pasien DM tipe 2 yang tidak tergantung pada insulin untuk hidup, dapat diberikan OAD. Namun, pertimbangan lain yang biasanya diambil oleh para dokter untuk menjaga pankreas bekerja normal tanpa “dipaksa” untuk memproduksi insulin dapat menjadi pilihan terapi lain, yaitu dengan memberikan insulin eksogen. OAD pun terdiri dari beberapa jenis, yaitu sulfonilurea, meglitinid, biguanid, tiazolidinedion, dan penghambat enzim α-glikosidase. Pemilihan OAD ini sangat tergantung pada kondisi pasien serta komplikasinya. Misalnya, pasien yang underweight, atau sedang hamil tidak boleh menggunakan OAD, tetapi harus diganti dengan insulin. Metformin dari golongan biguanid, misalnya, walaupun terbukti cukup aman, tidak dapat digunakan untuk terapi pada pasien dengan defisiensi fungsi ginjal seperti pada kasus.

B. Kesimpulan

1. Berdasarkan perbandingan dengan nilai normal laboratorium dan gejala klinis, dapat disimpulkan pasien menderita DM tipe 2.

2. Hiperglikemia (>200 mg/dl) ditambah dengan gejala khas (poliuria, polifagia, polidipsia, polineuropati, retinopati) DM dapat menjadi dasar diagnosis DM. Selain itu diperkuat dengan hiperkolesterolemia dan glukosuria.

3. Polyuria terjadi karena diuretik osmotik dari urin yang mengandung glukosa berlebih. Polineuropati dan retinopati terjadi akibat akumulasi fruktosa dan sorbitol sebagai salah satu efek dari hiperglikemia persisten. Sedangkan BB pasien berkurang karena lemak dalam jaringan adiposa digunakan untuk menggantikan glukosa sebagai sumber energi yang tidak dapat masuk ke reseptor akibat resistensi insulin.

4. Hubungan genetika DM belum ditemukan dengan jelas, namun seluruh referensi yang didapatkan merujuk pada adanya kaitan DM dengan genetika.

5. Penatalaksanaan pasien DM tipe 2 harus memperhatikan kondisi dan kesehatan serta komplikasi pasien, agar dapat ditemukan terapi yang tepat untuk pasien. Diutamakan terapi non-farmakologis dahulu, apabila hasilnya kurang baik maka dapat dibantu dengan terapi farmakologis.

C. Saran

1. Sebaiknya pasien meningkatkan sedikit berat badannya (BMI pasien 18,49 kg/m2, sedangkan BMI yang normal menurut Depkes RI adalah 18,5-25 kg/m2) agar masuk kategori nilai normal, dengan demikian tidak berisiko bila diberikan OAD.

2. Poin terpenting dalam penatalaksanaan penderita DM adalah menjaga agar kadar glukosa darah pasien tetap berada di dalam atau mendekati angka normal, dengan demikian menjauhi risiko timbulnya komplikasi.

3. OAD yang diberikan pada pasien sebaiknya tidak mempunyai kontra indikasi untuk kelainan fungsi ginjal.

4. Latihan jasmani yang dilakukan juga harus sesuai dengan kondisi pasien, tidak boleh terlalu melelahkan.

5. Sebaiknya pasien dan keluarganya diberi edukasi untuk tetap menjaga kesehatan pasien, dengan pola hidup sehat dan patuh terhadap anjuran dokter.